Powered By Blogger

Rabu, 21 Desember 2011

hasil penelitian

I.                   PENDAHULUAN

Indonesia dikenal sebagai salah satu negara dengan Biodiversitas hayati tertinggi kedua di dunia setelah Brazil. Diantara kekayaan flora nusantara terdapat 900 jenis tanaman atsiri yang belum digali dan dimanfaatkan sepenuhnya untuk kesejahteraan masyarakat Indonesia.Dari 30.000 spesies tanaman berbunga yang sudah ditemukan diIndonesia, terdapat 900 jenis tanaman yang dapat menghasilkan minyak atsiri. Potensi yang besar tersebut belum dimanfaatkan, karena dari pustaka yang ada bahwa dari sekitar 200 jenis tanaman atsiri yang telah dikenal masyarakat dunia, baru 40 jenis yang sudah diketahui dan dihasilkan di Indonesia, 15 jenis diantaranya telah diperdagangkan, dan hanya 4 jenis yang telah dibudidayakan masyarakatyaitu tanaman penghasil minyak atsiri nilam, serai wangi, akarwangi dan cengkeh. Hasil inventarisasi menunjukkan bahwa minyak atsiri tersebut dihasilkan di 91 buah sentra produksi atsiri yang tersebar di seluruh Indonesia (DepartemenPerindustrian, 2007dalam Rizal, 2009).
Berkembangnya pertanian organik dengannilai permintaan pasar dunia US$ 17,5 miliar dengan laju peningkatan permintaan 10-20 % per tahun juga secara langsung telah meningkatkan kebutuhan terhadap pestisida nabati sebagai komponen utama dalam pengendalian OPT(Organisme Pengganggu Tumbuhan) pada sistem budidaya pertanian organik tersebut. Di Indonesia, pemerintah sejak tahun 2002 telah mencanangkan gerakanGo Organic 2010, dengan cita-cita menjadikan Indonesia sebagai salah satu produsen utama pangan organik di dunia. Guna mewujudkan hal tersebut maka para pelaku pertanian organik di lapangan membutuhkan dukungan berupa rekomendasi teknologi dan produk organik dan pestisida nabati yang bahan bakunya murah dan mudah diperoleh. nnI 01-6729-2002 yang mengatur tentang Sistem Pangan Organik (Hartono, 2008) telah melarang penggunakan pestisida kimia sintetik, namun menganjurkan penggunaan pestisida alami (termasuk pestisida nabati) dan pengendalian secara mekanis.Beberapa keuntungan penggunaan agens pengendali hayati adalah : agens pengendali hayati tidak beracun, tidak sebagai kontaminan, biaya rendah, pada beberapa penyakit merupakan cara pengendali utama, dan untuk menyiapkan agens pengendali hayati tidak memerlukan waktu yang lama (Soesanto, 2008).
Adanya kehawatiran dunia dengan penggunaan pestisida kimia dan didukung permintaan produk pertanian yang sehat dan aman bagi konsumen, pengendalian hayati menjadi pilihan pengendalian OPT yang harus dipertimbangkan.Di lingkungan sekitar pemukiman, beberapa tanaman atsiri dapat ditanam dan ditempatkan sedemikian rupa di pekarangan atau di dalam ruangan. Beberapa tanamandimaksud antara lain: Kayuputih, Selasih, Mimba, Serai wangi, nilam dan Zodia. Masih dibutuhkan berbagai penelitian agar potensi tersebut dapat dimanfaatkan secara optimal dengan memperhatikan aspek efektifitas, efisiensi, keamanan dan estetika.

Program pelestarian keanekaragaman hayati(biodiversity) termasuk keberadaan musuh alami hama harus dicermati karena menyangkut kepentinganlokal, nasional, dan internasional. Pengendalian hayati pada dasarnya adalah usaha untuk memanfaatkan dan menggunakan musuh alami sebagai pengendali populasi hama yang merugikan. Pengendalian hayati dilatarbelakangi oleh berbagai pengetahuan dasar ekologi, terutama teori tentang pengaturan populasi oleh pengendali alami dan keseimbangan ekosistem.  Musuh alami dalam fungsinya sebagai pengendali hama bekerja secara tergantung kepadatan, sehingga keefektifannya ditentukan pula oleh kehidupan dan perkembangan hama yang bersangkutan.  Ketersediaan lingkungan yang cocok bagi perkembangan musuh alami merupakan prasarat akan keberhasilan pengendalian hayati.  Perbaikan teknologi introduksi, mass rearing dan pelepasan di lapangan akan mendukung dan meningkatkan fungsi musuh alami(predator, parasitoid, dan patogen).
Parasitoid dan predator berada di alam yang hidup berdampingan bersama dengan hama dan tanaman (sebagai mangsa atau inang). Parasitoid dan predator merupakan agen hayati penting dalam pengendalian hama tanaman pertanian. Predator sebagai musuh alami hidup diantara hama sebagai mangsa dan menekan populasi hama tanpa memunnahkanya (keseluruhan), sehingga keseimbangan alam akan terjaga. Secara terbatas, predator berarti organisme yang hidup bebas selama hidupnya; membunuh mangsanya; biasanya berukuran lebih besar daripada organisme yang dimangsanya, dan memerlukan lebih dari satu mangsa untuk menyelesaikan perkembanganya.
Pengendalian hayati dilatarbelakangi oleh berbagai pengetahuan dasar ekologi, terutama teori tentang pengaturan populasi oleh pengendali alami dan keseimbangan ekosistem. Oleh karena itu, pengendalian hayati akhir – akhir ini mendapatkan perhatian dunia (Soesanto, 2008).
Beberapa dampak negatif dari penggunaan pestisida kimia pada lahan pertanian yang telah diketahui, diantaranya: hama menjadi resisten (kebal), peledakan hama akibat tidak efektifnya pemakaian pestisida, penumpukan residu yang dapat membahayakan petani/pengguna dan konsumen, ikut terbunuhnya musuh alami, terjadinya polusi lingkungan, perubahan status hama dari hama minor menjadi hama utama (Samsudin, 2008).
Menurut Samsudin (2008), pencegahan harus dilakukan melalui penggunaan pestisida alami yang tidak meninggalkan residu berbahaya dan ramah lingkungan, penggunaan musuh alami hama (predator, parasitoid, dan pathogen), biopestisida, rotasi tanaman dan menanam tanaman kawan (companion plant).
Minyak atsiri dari tanaman cengkeh (Syzygium aromaticum), serai wangi (Andropogonnardus), kayumanis (Cassia sp, Cinnamomum sp.), lengkuas (Alpinia galanga), mimba (Azadirachta indica), sirih (Piper sp), lada (Pipernigrum), melaleuca/kayu putih (Melaleuca sp), selasih (Occimum basilicum), jeringau (Acorus calamus) dannilam (Pogostemon cablin) dapat dimanfaatkan untuk mengendalikanOPT baik dari golongan serangga hama maupun mikroba patogentanaman seperti bakteri, jamur dannematoda (Rizal, 2008).

A.                Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk:
1.   Mengkaji konsentrasi minyak cengkeh, serai wangi, temulawak dannilam yang aman untuk pengendalian.
2.   Mengetahuipengaruh aplikasi pestisida nabati berbahan aktif minyak cengkeh, serai wangi, temulawak, dannilam terhadap mortalitas dan perkembanganserangga predator.

B.                Manfaat

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi pengaruh empat jenis minyak atsiri (cengkeh, seraiwangi, temulawak, dannilam) terhadap serangga predator sebagai musuh alami hama, mengetahui konsentrasi dan jenis minyak atsiri yang amanterhadap serangga predator. Selain itu, mengetahui serangga predator yang tahan aplikasi pestisida nabati berbahan aktif cengkeh, serai wangi, temulawak, dannilam.


II.                TINJAUAN PUSTAKA

A.          Minyak Atsiri

Minyak atsiri adalah minyak yang mudah menguap, dihasilkan dari tumbuhan tertentu dengan susunan kimia yang sangat kompleks (Departemen Kehutanan, 2001).Minyak atsiri sebagai pestisida nabati karena menghasilkan senyawa volatil yang menunjukkan aktifitas sebagai antibakteri dan antijamur terhadap patogen tanaman(Kivanc danAkgul dalamnasrun dannuryani, 2007). Minyak atsiri terdapat dalam jenis berbagai tanaman, misalkan bagian tanaman cengkeh, temulawak, nilam danserai wangi.
1.            Minyak nilam







Gambar 1. Tanaman nilam
Tanamannilam adalah tanaman perdu berakar serabut, apabila diraba daunnya halus, agak lonjong seperti jantung (Gambar 1). Bagian bawah daun dan rantingnya berbulu halus, batang berkayu dengan diameter 10 – 20 mm, hampir berbentuk segiempat, sebagian besar daun yang merekat pada ranting hampir selalu berpasangansatu sama lain. Jumlah cabang banyak dan bertingkat mengelilingi batang sekitar 3 – 5 cabang per tingkat. Tanaman memiliki umur yang cukup panjang, yaitu sekitar 3 tahun, panen pertama dapat dilakukan pada bulan ke 6 – 7 dan seterunnya setiap 2 – 3 bulan tergantung pemeliharaan dan pola tanam (Mangun, 2005).
Pengkelasantanamannilam adalah sebagai berikut (Rukmana, 2004) :
Kingdom : Plantae
Divisi   : Spermetophyta
Sub divisi: Angiospermae
Kelas   : Dicotyledonae
Ordo: Labietales
Famili : Labietae
Genus : Pogostemon
Spesies : Pogostemon cablin Benth.
Menurut Mangun (2005), nilam termasuk tanaman yang mudah tumbuh, memerlukan suhu (22 – 280C) dan kelembapanrata – rata diatas 75%. Selain itu, nilam juga memerlukan curah hujan2.500 – 3.500 mm/tahun yang turunmerata. Tinggi tempat ideal adalah antara 10 – 400 mdpl, dengan pH 5,5 – 6,5, dan tidak boleh tergenang air.
Berdasarkan bentuknya minyak nilam berwujud cairan kental, berwarna kuning muda dan bernuansa hijau hingga merah menjurus coklat tua. Minyak nilam (Gambar 2) mengandung beberapa senyawa antara lain; benzaldehide, kariofilen, petchhoulien, buenesen, dan PA conten (Mangun, 2005).






Gambar 2. Minyak atsiri nilam.
Fungsi minyak nilam antara lain untuk parfum dan sabun (Armando, 2009). Selain itu, minyak nilam dapat digunakan sebagai bahan pestisida nabati.Menurut Grainge dan Ahmed (1987 dalam Manoi, 2009), bagian akar, batang dan daun tanamannilam dapat membunuh ulatCrocidolomia pavonana F.danSpodopteralitura F. yang merupakan hama penting pada tanaman kubis dan kedelai, sedangkan daun dan pucuk nilam dapatmematikan semut (Dolichoderus bituberculatus) dan kecoa (Hemidactylusamericana) didalam rumah. Selain itu, minyak nilam bersifat menolak beberapa jenis serangga seperti ngengat kain (Thysanuralepismetidae), Sitophilus zeamais (kumbang jagung), danCarpophilussp. (kumbang buah kering),Aphid (kutu tanaman), dannyamuk.
2.            Minyak Cengkeh
Cengkeh adalah tanamanyang memiliki nilai ekonomi tinggi. Cengkehdapat digunakan sebagai bahanobat, upacara keagamaan di India dan Tiongkok, sebagai campuran rokok, maupun bahan minyak atsiri. Cengkeh adalah tanaman tahunan, dapat berumur lebih dari 100 tahun. Tanamancengkeh(Gambar 3) dapat tumbuh pada ketinggian 0 – 900 mdpl, suhu 220 – 300 C, curah hujan 1.500 – 4.500 mm/tahun. Tanaman tumbuh baik pada pH 5,5 – 6,5 (Najiati danDanarti, 2003).
Menurut Plantus (2008a),pengkelasan tanaman cengkeh sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Divisi        : Magnoliophyta
Kelas        : Magnoliopsida
Ordo         : Myrtales
Famili       : Myrtaceae
Genus       : Syzigium
Sepesies    : Syzigium aromaticum L.
Kandunganzat pada bunga cengkeh antara lain minyak atsiri (16 – 20%), eugenol (80 – 82%), asetileugenol, kariofil (6%), futfural, metil amilketon, dan vanilin (Kartasapoetra,1992). Cengkehmerupakansalah  satutanamanrempahyangdihasilkanpetaniIndonesiadansudahsangatterkenal  sejakdahulu. Bungacengkehmerupakansalahsatuproduktanamancengkehyang  digunakansebagaibahanbakuindustrirokokkretekSampai saat ini senyawa atsiri yang paling banyak digunakan adalah metil eugenol sebagai perangkap hama lalat buah jantan (Samsudin, 2008).






Gambar 3. Tanaman cengkeh.
Eugenol yang berasal dari bunga cengkeh efektif terhadap hama Tribolium castaneum, Sitophilus zeamais, danProstephanus truncatus. Dengan demikian senyawa atsiri ini nantinya diharapkan dapat digunakan untuk menggantikan bahan fumigasi kimia yang telah diaplikasikan selama ini di gudang penyimpanan. Penelitian dalam skala komersial perlu dilakukan untuk membuktikan efektifitas teknologi ini (Istianto,2007).Minyak daun cengkeh hasil penyulingan petani memiliki kadar eugenol berkisar 70 – 80%, komponen utama minyak cengkeh adalah terpena. Komponen tersebut penting dalam kegiatan industri antara lain untuk membuat parfum, flavour, obat, cat dan plastik. Terpena yang ada dalam minyak cengkeh (Gambar 4) adalah eugenol, eugenol asetat, dan caryophylene. Ketiga senyawa tersebut merupakan komponen utama minyak cengkeh dengan kandungan total mencapai 99% dari minyak atsiri yang dikandungnya (nurdin et al., 2001).







Gambar 4. Minyak cengkeh

3.            Minyak serai wangi
Menurut Santoso (2003), pengkelasan tanamanserai wangi sebagai berikut :
Divisi:Spermethopytha
Kelas: Angiospermae
Ordo: Graminales
Famili: Graminae
Genus : Andropogon
Spesies: Andropogonnardus de Young.
Serai wangi tumbuh berumpun dengan tinggi sekitar 50 – 100 cm. Daun tunggal berjumbai, panjangnya dapat mencapai 100 cm, lebar 1,5 cm, bagian bawahnya agak kasar, tulang daun sejajar. Batang tidak berkayu, beruas pendek, dan berwarna putih. Tanaman serai wangi memiliki akar serabut (Plantus, 2008).
Tanaman serai wangi (Gambar 5) dapat tumbuh sampai ketinggian 1000 mdpl, namun berproduksi optimum pada ketinggian 180 – 250 mdpl. Suhu yang cocok untuk tanaman ini adalah 180 – 250 C, dengan curah hujan yang merata sepanjang tahun. Tanaman ini memerlukan sinar matahari secara langsung dalam proses pertumbuhan dan perkembangannya,pertumbuhan optimum pada kisaran pH 6 -7 (Santoso, 2003).







Gambar 5. Tanamanserai wangi
Penyulingan minyak atsiri serai wangi (gambar 6) menggunakan sistem penyulingan uap dan air. Pemilihan sistem penyulingan ini karena bahan yang digunakan berupa daun dan batang sehingga minyak atsiri yang dihasilkan lebih banyak, penyulingan lebih singkat dan bahan yang disuling tidak menjadi gosong. Bahan yang akan disuling sebaiknya dipotong  terlebih dahulu. Hal ini bertujuan untuk mempermudah pelepasan minyak atsiri setelah bahan tersebut ditembus oleh uap. Bahan yang dipotong harus segera disuling karena bila tidak segera diproses maka minyak atsiri yang mempunyai sifat mudah menguap, sebagian akan teruapkan sehingga hasil total minyak atsiri yang diperoleh akan berkurang dan komposisi minyak atsiri akan berubah sehingga akan mempengaruhi hasilnya. Bahan tanaman yang akan diproses secara penyulingan uap dan air ditempatkan dalam suatu tempat yang bagian bawah dan tengah berlubang yang ditopang di atas dasar alat penyulingan. Bagian bawah alat penyulingan diisi air sedikit di bawah dimana bahan ditempatkan. Air dipanaskan tetapi bahan tanaman tidak terkena air yang mendidih (Sastrohamidjojo, 2004).






Gambar 6. Minyak serai wangi.
Seraiwangi dapat digunakan sebagai pestisidanabati yaitu untuk insektisida,bakterisida, dannemetisida. Senyawa aktif berbentuk minyak atsiri yang terdiri atas senyawa sitral, sitronella, geraniol, mirsena, nerol, farnesol, metil heptenol dan dipentena. Daun dan tangkainya menghasilkan minyak atsiri yang digunakan untuk mengusir nyamuk dan serangga (Plantus, 2008).

4.            Minyak temulawak
Menurut Rukmana (1995), tanaman temulawak(Gambar 7) dikelasifikasikan sebagai berikut:
Kingdom         : Plantae
Divisi               : Spermethopyta
Kelas               : Monocotyledonae
Ordo                : Zingiberales
Famili              : Zingiberaceae
Genus              : Curcuma
Spesies            : Curcuma xanthorrhiza Roxb.
Temulawak dapat tumbuh pada ketinggian 5 – 1.200 mdpl dengan suhu antara 190 – 300C. Tanaman tumbuh optimum pada daerah dengan curah hujan 1.000 – 4.000 mm/tahun. Tanaman ini cocok pada daerah yang teduh, sehingga dapatdibudidayakan di pekaranganatau dibawah tanaman tahunan (Rukmana, 1995).






Gambar 7. Tanaman temulawak.
Minyak atsiri temulawak (Gambar 8) mengandung phelandren, kamfer, borneol, xanthorrizol, turmerol, dan sineal. Kandungan kurkumin dalam rimpang temulawak berkisar antara 1,6  - 2,22% dihitung berdasarkanberat kering. Kandungan kurkumin dan zat minyak atsiri tersebut diduga merupakan penyebab berkhasiatnya temulawak (Rukmana, 1995).





Gambar 8. Minyak atsiri temulawak.
Minyak atsiri temulawak dapat digunakan dalam bidang farmasi dan minuman (Armando, 2009). Pandji et al., (1993 dalam Fitzania 2009) meneliti efek insektisida empat jenis rimpang dari spesies Zingiberaceae yaitu: Curcuma xanthorrhiza, C. zedoaria, Kaempferia galanga dan K. pandurata. Tujuh belas komponen terbesar termasuk flavonoid, sesquiterpenoid, dan derivat asam sinamat berhasil diisolasi dan didentifikasi menggunakanNMR danMass spektra. Semua komponen diuji toksisitannya terhadap larva Spodoptera littoralis. Secara contact residue bioassay, nampak bahwa xantorizol dan furanodienon merupakan senyawa sesquiterpenoid yang paling aktif menunjukkan toksisitas melawan larva yang baru lahir, tetapi efek toksisitas tersebut tidak nyata jika diberikan bersama makanan. Selanjutnya dilaporkan bahwa ekstrak Curcuma xanthorrhiza mempunyai efek larvasida terhadap larva nyamuk Aedes aegypti instar III (Wibowo et al. 1995, dalam Fitzania, 2009).

B.           Serangga musuh alami

   Pengendalian menggunakan agens hayati dan musuh alami memiliki keunggulan dibandingkan pengendalian secara kimia sintetis dalam mengendalikan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT), yaitu: (1) aman bagi manusia, musuh alami, dan lingkungan; (2) dapat mencegah timbulnya ledakan OPT sekunder; (3) produk tanaman yang dihasilkan bebas dari residu; (4) terdapat di sekitar pertanaman sehingga dapat mengurangi ketergantungan petani terhadap pestisida sintetis; dan (5) menghemat biaya produksi karena aplikasi cukup dilakukan satu atau dua kali dalam satu musim panen (Machmud et al., 2003).
   Predator sebagai musuh alami hidup diantara hama dan menekan populasi hama tanpa memunnahkanya (keseluruhan), sehingga keseimbangan alam akan terjaga. Secara terbatas, predator berarti organisme yang hidup bebas selama hidupnya; membunuh mangsanya; biasanya berukuran lebih besar daripada organisme yang di mangsanya, dan memerlukan lebih dari satu mangsa untuk menyelesaikan perkembanganya. Musuh alami hama tanaman berupa serangga predator yang penting antara lain; Sycanus spp, Verania spp, danMenochillus spp.


1.            Sycanus spp
Massa telur cokelat dan selalu dalam pola berkelompok (koloni) dalam baris vertikal tapi miring. Koloni telur di selaputi dengan bulu-bulu halus sebagai pelindung berwarna putih. Berkoloni dengan jumlah ± 15-119 butir/koloni. Masa inkubasi telur ± 11-39 hari. Serangga predator dewasa meletakan telur pada daunyang masih muda, hal ini bertujuan apabila menjadi nimfa telah berada di bagian atas pohon sehingga memudahkan dalam bermobilitas mencari mangsa.
Taksonomi Sycanus spp:
Kingdom         : Animalia
Phyllum           : Arthopoda
Kelas               : Insekta (Heksapoda)
Ordo                : Hemipthera
Famili              : Reduviidae
Genus              : Sycanus
Spesies            : Sycanusspp.






Gambar 9. Sycanusspp.
Mengalami pergantian kulit sampai 5 kali sebelum mencapai tahap dewasa. nimfa berwarna kekuningan (oranye) pada bagian kepala dan dada (perut), kaki berwarna coklat dengan dengan sendi femur dan tibia berwarna gelap. nimfa instar pertama, hidupnya bergerombol (berkelompok), dengan pergerakan menyilang dan lambat instar ini berkisar antara 17-24 hari. Instar kedua berlangsung lebih singkat hanya ± 16 hari, dengan warna dan ukuran hampir samaa dengan instar pertanma hanya instar kedua berat tubuhnya lebih. Instar ketiga, warna tubuh lebih gelap, perutnya lebih besar, dan memangsa lebih banyak di banding instar kedua. Instar keempat, warna dan ukuran lebih gelap, panjang, dan perut membesar. Stadia ini berkisar selama 3 minggu. Instar kelima, terlihat calon sayap dengan warna gelap ukuran sebesar serangga dewasa bahkan yang betina dapat lebih besar dari imago sebelum pergantian kulit selanjutnya menuju dewasa, berkisar selama 46 hari. Durasi nimfa dari instar 1-5 berturut-turut ± 16,72, 15,78, 14,88, 24,03 dan 46,84 hari.
Serangga dewasa (Gambar 9) di cirikan dengan berkembangnyas sayap yang berwarna gelap dengan pangkal terdapat garis kuning. Serangga dewasa jantan lebih kecil ukuran perutnya di banding yang betina. Serangga dewasa mempunyai lebar kepala ± 2 mm, panjang femur ± 7 mm, dan berat ± 0,16 g. Serangga jantan dan betina dewasa mempunyai periode hidup ± 83 dan ± 87 hari. Pada Sycanus dichotomus dewasa sering terjadi kanibalisme terutama pada masa peneluran.
Sycanus dichotomus merupakan serangga predator yang umum dijumpai pada lahan kelapa sawit. Serangga predator ini mempunyai kemampuan memangsa larva hama dari ordo lepidoptera, sehingga dapat dijadikan agen pengendali hayati (normanet al.. 1998).

2.            Verania spp.
Taksonomi Veraniaspp.:
Kingdom         : Animalia,
Filum               : Arthtropoda,
Kelas               : Insekta,
Ordo                : Coleoptera,
Family             : Coccinelldea,
Genus              : Verania,
Spesies            :Verania spp.




a                                                         b
Gambar 10. a) Verania affecta; b) Verania lineata.
Verania spp., merupakan serangga yang banyak dijumpai pada tanaman pangan. Serangga ini bersifat polyphagus dan banyak terdapat di sekitar bunga padi dan jagung, namun banyak memakan serangga. Mangsa utama Verania spp., adalah wereng batang dan wereng daun. Dilaporkan bahwa, siklus hidup Verania spp dari telur sampai dewasa ialah 29 hari. Lama hidup serangga ini berkisar antara 101,4-106,2 hari. Prosentase penetasan telur sampai 91,99%, sedangkan persentase menjadi serangga dewasa 48,75%. Kemampuan memangsa Verania lineata2,83 WBC/hari (Lubis, 2005).
3.            Menochillus spp.
Taksonomi Menochilus spp.:
Kingdom         : Animalia,
Filum               : Arthtropoda,
Kelas               : Insekta,
Ordo                : Coleoptera,
Subordo          :Polyphaga
Family             : Coccinelldea,
Genus              : Menochilus
Spesies            :Menochilus sexmaculatusFab.





Gambar 12. Menochilus sexmaculatus Fab.

Kumbang betina bergerak lambat menangkap mangsa. Ketika diganggu, mereka terbang. Serangga  dewasa dan larva mampu memangsa wereng kecil, nimfa, dan telur. Mereka dapat mengkonsumsi 5 sampai 10 mangsa setiap hari. Perkembangan dari telur hingga dewasa membutuhkan 6 sampai 10 minggu. Satu induk kumbang tersebut dapat bertelur sebanyak 150 sampai 200 telur.
Menochilus spp. merupakan serangga predator dari ordo Coleoptera. Seranga ini biasa di sebut kumbang predator warna kuning mempunyai becak hitam. Menangkap mangsa bergerak lambat.  Larva lebih rakus dari yang dewasa.   Serangga ini mampu menghasilkan 150-200 turunan dalam 6-10 minggu. Dilaporkan bahwa daur hidup predator M. sexmaculatus berkisar antara 56  hingga 78 hari dengan rincian telur 4-5 hari, larva 20-25 hari, pupa 4-6 hari dan imago 28-42 hari.M. sexmaculatus mampu memangsa hama penting Bemisia tabacidanMyzus persicaepada pertanaman cabai, sehingga secara hayati serangga predator M. Sexmaculatussangat potensial untuk menekan penggunaan insektisida sintetis (Muharam danSetiawati, 2008).
Larva instar I tidak langsung berjalan mencari mangsa, tetapi masih tetap berada pada tempat dimanatelur menetas . Setelah 3-4 jam larva baru aktif mendekati mangsa tetapi tidak langsung memangsanya. Setelah 1-2jam berada di sekitar kutudaun baru larva memangsa. Warna tubuh larva instar pertama abu-abukehitaman, pada bagian dorsal terdapat seta yang masih halus. Setelah larva berganti kulit menjadi intarII, baru jelas terlihat seta yang kasar. Setelah 2-3 hari larva mengalami pergantian kulit menjadi instar IIIyang berwarna hitam, bagian dorsalnya terdapat garis berwarna oranye dan seta pada tubuhnya sangat jelasterlihat. Larva instar IV tidak jauh berbeda warna tubuhnya dari instar III, tetapi ukuran tubuhnya lebih besar.Kumbang buas ini aktif makan pada siang hari antara pukul09.00-13.00. Hal yang sama dilaporkan oleh Wagiman (1997) yang mengamati predator C. sexmaculataterhadap mangsa kutu daunA. craccivora bahwa aktivitas makan kumbang buas ini lebih tinggi padaperiode terang dibanding periode gelap. Larva dan imago C. sexmaculata juga memangsa telur dan larvalainnya, hal ini disebabkan larva maupun imago bersifat kanibal sehingga akan memangsa telur atau larva bilamangsa kurang di lapangan.
Lama stadia pupa 4,5 ± 0,52 hari. Larva instar IV sebelum menjadi pupa akan mengalami masa prapupa selama kurang lebih 2 hari, ujung abdomen larva melekat kuatpada daun tanaman. Pupa berada dalam kepompong yang berasal dari kutikula larva instar akhir yang mengeras.Warna pupa mula-mula kuning muda, kemudian berubah menjadi oranye dan akhirnya coklat tua. Pada bagian dorsal pupa terdapat garis-garis berwarna hitam.
Imago C. sexmaculata yang baru keluar dari pupa memiliki warna oranye hingga merah pucat.Elytra memiliki dua pita hitam melintang pada sayap yang masih samar-samar kelihatan. Imago yang barukeluar biasanya belum dapat terbang dan tubuhnya masih lunak. Secara berangsur-angsur warna tubuhnyaberubah menjadi oranye-merah cerah dengan dua pita pada bagian elytra serta satu totol hitam pada tiapelytra. Dua hari kemudian imago muda aktif mencari mangsa dan bergerak menuju bagian tanaman yangterdapat mangsanya yakni M. sanborni. Daur hidup C. sexmaculata berkisar 43-60 hari.Imago memiliki panjang berkisar 4,73 ± 0,23 mm danlebar 4,05 ± 0,13 mm, sedangkan imago memilikipanjang 5,67 ± 0,46 dan lebar 4,35 ± 0,19 mm. Perbedaanantara imago dengan secara kasat mata juga dapatdilihat dari warna tubuhnya yakni imago berwarnamerah, sedangkan imago berwarna oranye.Sebelum terjadi kopulasi imago mendekatiimago , kemudian kopulasi berlangsung selama 17,2 ± 1,48 menit (Wagiman, 1997).



III.             METODE PENELITIAN

A.                Tempat dan Waktu

Penelitian dilaksanakan di laboratorium Hama Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Universitas Jendral Soedirman. Pada bulanJanuari2011 sampai Maret 2011.

B.                 Bahan danAlat

Bahan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah Minyak serai wangi, minyak cengkeh, minyak temulawak, minyak nilam,Sycanus spp, Verania spp, Menochillus spp, Aphis cracivora,Tenebrio molitor, larutan tween 20, larutan IPA (isopropil alkohol), minyak tanahdan Carbofuran 3%.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kurungan serangga, toples, tabung reaksi, thermohigrometer, gelas ukur, pipet, kuas, kain kasa, sangkar serangga, tisu,kamera, dan alat tulis.

C.                Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial. Perlakuan yang dicoba yaitu :


Percobaan 1: Uji minyak serai wangi
Faktor 1 : Konsentrasi minyak serai wangi
a).S1(kontrol air)
b).S2(kontrol pelarut)
c). S3(kontrol karbofuran)
d). S4 (konsentrasi minyak serai wangi0,04%)
 e). S5 (konsentrasi minyak serai wangi0,2%)
f). S6 (konsentrasi minyak serai wangi1%)
g). S7 (konsentrasi minyak serai wangi5%)
Faktor 2 : Serangga bukan sasaran
a). P1 (Sycanus spp)
b). P2 (Verania spp)
c). P3 (Menochillus spp.)
Percobaan2: Uji minyak cengkeh
Faktor 1 : Konsentrasi minyak cengkeh
a).C1(kontrol air)
b).C2(kontrol pelarut)
c). C3(kontrol karbofuran)
d). C4 (konsentrasi minyak cengkeh0,04%)
 e). C5 (konsentrasi minyak cengkeh0,2%)
f). C6 (konsentrasi minyak cengkeh1%)
g). C7 (konsentrasi minyak cengkeh5%)
Faktor 2 : Serangga bukan sasaran
a). P1 (Sycanus spp)
b). P2 (Verania spp)
c). P3 (Menochillusspp.)
Tahap 3 : Uji minyak temulawak
Faktor 1 : Konsentrasi minyak temulawak
a).T1(kontrol air)
b).T2(kontrol pelarut)
c). T3(kontrol karbofuran)
d). T4 (konsentrasi minyak temulawak0,04%)
             e). T5 (konsentrasi minyak temulawak0,2%)
f). T6 (konsentrasi minyak temulawak1%)
g). T7 (konsentrasi minyak temulawak5%)
Faktor 2 : Serangga bukan sasaran
a). P1 (Sycanus spp)
b). P2 (Verania spp)
c). P3 (Menochillus spp.)


Percobaan4 : Uji minyak nilam
Faktor 1 : Konsentrasi minyak nilam
a).N1(kontrol air)
b).N2(kontrol pelarut)
c). N3(kontrol karbofuran)
d). N4 (konsentrasi minyak nilam0,04%)
 e). N5 (konsentrasi minyak nilam0,2%)
 f). N6 (konsentrasi minyak nilam1%)
 g). N7 (konsentrasi minyak nilam5%)
Faktor 2 : Serangga bukan sasaran
a). P1 (Sycanus spp)
b). P2 (Verania spp)
c). P3 (Menochillus spp.)
Penelitian terdiri dari 4 tahap. Setiap tahap tediri dari 2 faktor yaitu :
1. Konsentrasi minyak, empat taraf dengan tiga kontrol
2. Serangga predator terdiri atas 3 spesies
 Masing masing tahap terdiri dari 21 kombinasi perlakuan, diulang 2 kali.




D.                Variabel yang diamati

Variabel yang diamati dalam penelitian ini adalah  :
1.       Mortalitas
Pengamatan dilakukan dengan cara menghitung jumlah serangga yang mati dan hidup pada setiap unit percobaan. Dalam pengujian ini, prosentase kematian disesuaikan dengan menggunakan rumus Abbott (WHO 1996, dalam Suwarsono dan Mardjan Sukirno, 2004) :
P0 - Pc
Mt = ───── × 100%
                  100 - Pc

            Mt : mortalitas terkoreksi
            Po : prosentase kematian teramati
            Pc : prosentase kematian kontrol.

2.         Lama hidup
Pengamatan lama hidup setelah perlakuan dilakukan dengan menghitung prosentase kematian setiap 24 jam sampai serangga uji mati.

E.                 Analisis Data

Data yang diperoleh dianalisis dengan uji F 5 dan 1%, apabila berbeda nyata dilanjutkan dengan  DMRT pada taraf kesalahan 5%.




F.                 Pelaksanaan Penelitian

1.      Persiapan
Langkah yang ditempuhpada tahap ini antara lain : penyiapan minyak atsiri, pengadaanserangga predator, penyiapanalat dan bahan. Minyak atsiri diperoleh dari Balai PenelitianTanamanRempah danObat (BALITRO), Bogor. Minyak atsiri yang digunakan telah diencerkan dengan pelarut. Pelarut terdiri atas minyak tanah, isopropil alkohol, dan larutan tween 20 dengan perbandingan 5 : 4,5 : 0,5.
Serangga predator yang digunakan dalam pengujian berasal lahan pertanian di wilayah Kelurahan Karangwangkal, Kecamatan Purwokerto Utara dan Desa Somakaton, Kecamatan Somagede, Kabupaten Banyumas. Serangga tersebut dipelihara dan diprbanyak pada kurungan serangga dan toples yang di tutup dengan kain kasa. Pemliharaan dan perbanyakan dilakukan di Green house, hal ini dilakukan agar seragam dan menghilangkan kemungkinan pngaruh residu insektisida yang digunakan di lapang.
2.      Pelaksanaan
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Hama Tumbuhan Fakultas Pertanian, UnSOED. Serangga predator hasil eksplorasi dan perbanyakan dimasukan dalam toples yang ditutup kain kasa, dalam satu unit penelitian berisi 5 serangga uji dengan umur dan ukuran yang rata-rata sama. Serangga predator sebagai obyek penelitian disemprot minyak atsiri yang telah dibuat dengan konsentrasi 0,04;0,2;1dan5%, dengan volume semprot 1cc/unit penelitian. Pengamatan dilakukan empat kali, yaitu 1,3, 5, dan 7 hari setelah perlakuan dengan cara menghitung mortalitas menggunakan rumus Abbott. Lama hidup serangga uji diamati sampai serangga uji dalam 1 unit mati. Setelah data diperoleh, data dianalisis dengan uji F pada taraf kesalahan 5 dan 1%.
















IV.           HASIL DAN PEMBAHASAN

Tabel 1. Matrik hasil analisis varians mortalitas dan lama hidup srangga predator.
no
Variabel
M
P
M×P
1
Mortalitas (MS)
**
**
**
2
Lama hidup (MS)
**
**
*
3
Mortalitas (MC)
**
*
tn
4
Lama hidup (MC)
**
**
*
5
Mortalitas (MT)
**
**
*
6
Lama hidup (MT)
**
**
tn
7
Mortalitas (Mn)
**
**
*
8
Lama hidup (Mn)
**
**
tn
Keterangan: M; Minyak atsiri, P; Serangga predator, M×P; interaksi minyak dan predator, **; sangat nyata, *; nyata, tn; tidak nyata.

Hasil penelitian menunjukan adanya pengaruh minyak atsiri terhadap serangga predator (Tabel 1). Pengaruh tersebut dapat diketahui dari tingkat Mortalitas dan Lama hidup serangga. Pemberian minyak serai wangi menunjuka adanya pengaruh sangat nyata terhadap mortalitas maupun lama hidup. Pengamatan mortalitas pada pemberian minyak cengkeh menunjukan pengaruh yang  tidak nyata pada interaksi beberapa konsentrasi minyak dan beberapa predator.  Akan tetapi, berpengaruh sangat nyata dannyata pada pengamatan lama hidup. Pengamatan  mortalitas pada pemberian minyak temulawak menunjukan pengaruh sangat nyata dannyata, berbeda dengan pengamatan lama hidup yang memberikan pengaruh tidak nyata pada interaksi minyak dengan predator. Pengamatan lama hidup berpengaruh tidak nyata terhadap interaksi minyak dan predator dengan adanya penambahan minyak nilam, namun berpengaruh sangat nyata pada pengamatan mortalitas.

A.    Uji Minyak Serai Wangi (Andropogonnardus De young.)terhadap Serangga Predator


Hasil penelitian menunjukkan,pemberian minyak Serai wangidapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan serangga predator (tabel 2). Hal ini, ditunjukkan dengan mortalitas perlakuan yang lebih tinggi dibandingkan kontrol air. Pengamatan mortalitas menunjukan, pemberian minyak Serai wangi berpengaruh sangat nyata.
Hasil analisis statistik pengamatan mortalitas pemberian minyak atsiri Serai wangi menunjukan  perbedaan antara Sycanus spp. danVerania spp. Namun, antara Sycanus spp danMenochillus sexmaculatustidak berpengaruh nyata. Verania spp. mortalitas tertinggi yaitu 77,857%. Hasil analisis statistik menunjukan mortalitas terendah pada kontrol air yaitu 0-20%, kontrol air tidak berbeda nyata dengan perlakuan S5P3, S4P1, dan S6P3 dengan mortalitas antara 25-37,5%. Akan tetapi, berbeda sangat nyata dengan mortalitas pada S2P2, S2P3, S3P1, S3P2, S3P3, dan S6P2 dengan mortalitas mencapai 100%.
Pengamatan lama hidup menunjukan lama hidup kontrol air S1P1, S1P3, dan S1P2 dengan lama hidup 45, 44, dan 38 hari. Hal ini, tidak berbeda nyata dengan S5P1, S7P1, S5P3, S6P3, dan S4P1 dengan lama hidup 38, 40, 40, 41, dan 43 hari. mortalitas tertinggi pada perlakuan S2P2, S3P2, dan S3P3 yang masing-masing memiliki lama hidup 27 hari.

Tabel 2. Mortalitas dan lama hidup interaksi minyak serai wangi pada beberapa konsentrasi dengan beberapa serangga predator.
Perlakuan
Mortalitas
(%)
notasi
Perlakuan
Lama hidup (hari)
notasi
S1P1
0
f
S1P1
45
f
S1P2
20
ef
S1P2
38
bcdef
S1P3
20
ef
S1P3
44
ef
S2P1
50
bcde
S2P1
36
bcd
S2P2
100
a
S2P2
27
a
S2P3
100
a
S2P3
31
ab
S3P1
90
a
S3P1
33
abc
S3P2
100
a
S3P2
27
a
S3P3
100
a
S3P3
27
a
S4P1
30
def
S4P1
43
def
S4P2
75
abc
S4P2
37
bcde
S4P3
75
abc
S4P3
33
abc
S5P1
70
abc
S5P1
38
bcdef
S5P2
62,5
abcd
S5P2
36
bcd
S5P3
37,5
cdef
S5P3
40
cdef
S6P1
80
ab
S6P1
32
ab
S6P2
100
a
S6P2
33
abc
S6P3
25
def
S6P3
41
def
S7P1
70
abc
S7P1
40
cdef
S7P2
87,5
ab
S7P2
31
ab
S7P3
50
bcde
S7P3
36
bcd
Keterangan: Angka yang diikuti notasi huruf yang sama pada kolom yang sama, menunjukan perbedaan yang tidak nyata pada DMRT 5%. P1: Sycanus spp., P2: Verania spp., P3: Menochilus sexmaculatus, S1 : kontrol air, S2 : kontrol pelarut (isopropil alkohol, tween 20, minyak tanah), S3 : kontrol insektisida Carbofuran 3gS4 : minyak Serai wangi konsentasi 0,04%, S5 : minyakSerai wangi konsentrasi 0,2%, S6 : minyak Serai wangi konsentrasi 1%, S7 : minyak Serai wangi konsentrasi 5%.

Hasil analisis statistik di atas menunjukanadanya pengaruh pemberian minyak atsiri serai wangi terhadap mortalitas dan lama hidup serangga predator (tabel 2). Hal tersebut diduga, adanya pengaruh toksisitas dari kandungan minyak serai wangi. Kandungan minyak atsiri serai wangi antara lain sitronelal 32-45%, geraniol 12-18%, sitroneal 11-15%, geranil asetat 3-8%, sitronelil asetat 2-4%, sitral, kavikol, eugenol, elemol, kadinol, kadinen, vanilin, limonen, kamfen. Minyak serai wangi mengandung 3 komponen utama yaitu sitronelal, sitronelol dan geraniol (Sastrohamidjojo, 2004).Hasil penyulingan dari A. nardus L. dapat diperoleh minyak atsiri yang disebut Oleum citronellae, terutama terdiri atas geraniol dan sitroneal yang dapat digunakan untuk menghalau nyamuk (Tjitrosoepomo, 2005 dalam Wardani, 2009). Abu dari daun dan tangkai serai wangi mengandung 45 % silika yang merupakan penyebab desikasi (keluarnya cairan tubuh secara terus menerus) pada kulit serangga sehingga serangga akan mati kekeringan. Sitronelol dan geraniol merupakan bahan aktif yang tidak disukai dan sangat dihindari serangga (Yunus, 2008 dalam Wardani 2009).

B.     Uji Minyak Cengkeh (Syzigium aromatikum L.)terhadap Serangga Predator

 

Hasil penelitian menunjukkan, pemberian minyak cengkeh tidak berpengaruh nyata pada interaksi minyak dan predator. Hasil analisis statistik pada minyak berbagai konsentrasi menunjukkan mortalitas terendah pada kontrol air yaitu 13,33% sedangkan pada minyak cengkeh dengan konsentrasi 0,04; 0,2; 1; dan 5% berturut-turut yaitu 69,167; 74,167; 75;dan96,67%. Pemberian minyak cengkeh pada berbagai konsentrasi menunjukkan peningkatan mortalitas yang berbanding lurus dengan peningkatan konsentrasi perlakuan. Hal tersebut diduga, adanya peningkatan  toksisitas bahan yang dikarenakan penambahan konsentrasi. namun, mortalitas tersebut tidak berbeda nyata dengan pembanding perlakuan pelarut dancarbofuran3g.Pengaruh pemberian minyak cengkeh terhadap predator dapat diketahui bahwa, mortalitas Sycanus spp., Verania spp., danM. sexmaculatusberturut-turut 58,576; 83, 214; dan 76,071%. Mortaliatas terkecil pada Sycanus spp. yaitu 58, 571% dan tertinggi pada Veraniaspp. yaitu 83, 214%.
Tabel 3. Pengaruh minyak cengkeh berbagai konsentrasi terhadap mortalitas predator.
Perlakuan
Mortalitas (%)
Notasi
C1
13,33
B
C2
83,33
A
C3
96,67
A
C4
69,17
A
C5
74,17
A
C6
75
A
C7
96,67
A
Keterangan: Angka yang diikuti notasi huruf yang sama pada kolom yang sama, menunjukan perbedaan yang tidak nyata pada DMRT 5%., C1 : kontrol air, C2 : kontrol pelarut (isopropil alkohol, tween 20, minyak tanah), C3 : kontrol insektisida Carbofuran 3g, C4 : minyak cengkeh konsentasi 0,04%, C5 : minyakcengkeh konsentrasi 0,2%, C6 : minyak cengkeh konsentrasi 1%, C7 : minyak Cengkeh konsentrasi 5%.

Akan tetapi, mortalitas Sycanus spp. tidak berbeda nyata dengan mortalitas M. sexmaculatus. Hal ini diduga, adanya faktor perbedaan ukuran serangga predator. Verania spp. memiliki ukuran terkecil sehingga luas penampang masuknya pestisida lebih kecil dan merata yang menyebabkan penyerapan pestisida lebih mudah dan menyeluruh.
Hasil pengamatan lama hidup menunjukan perlakuan C1P1 dengan lama hidup 45 hari merupakan yang terlama dan tidak berbedanyata dengan C1P3, C5P3, dan C6P1 dengan lama hidup berturut-turut 44, 43, dan 40 hari. Sedangkan, lama hidup tercepat yaitu 27 hari terdapat pada perlakuan C3P3, C3P2, C2P2, C7P3, C7P2, dan C5P2. Pengamatan lama hidup serangga predator  menunjukan, lama hidup Sycanus spp. berkisar antara 32-45 hari, Verania spp. antara 27-38 hari, danM. sexmaculatusantara 27-44 hari.
Tabel 4. Pengaruh pemberianminyak cengkeh terhadap mortalitas predator.
Perlakuan
Mortalitas (%)
Notasi
P1
58,57
B
P2
83,21
A
P3
76,07
A
Keterangan : Angka yang diikuti notasi huruf yang sama pada kolom yang sama, menunjukan perbedaan yang tidak nyata pada DMRT 5%. P1: Sycanus spp., P2: Verania spp., P3: Menochilus sexmaculatus.

Hal tersebut sesuai dengan penelitian Mahrub(1987) bahwa, siklus hidup V. lineata dan Curinus coeruleus yaitu 25-37 hari. Tobing dan Darma(2007) menyatakan bahwa, M. sexmaculatamemiliki daur hidup 43-60 hari. Akan tetapi, lama hidup Sycanus spp. yaitu 32-45 hari berbeda dengan hasil penelitian Syari at al(2010) yang menyatakan bahwa, siklus hidup dari S. dikotomus fab. yaitu 156 hari. Hal ini diduga, karena minyak cengkeh Minyak daun cengkeh yang disulingdengan uap air mengandung 74 – 76% eugenol dan 0,15 – 0,24% eugenol acetate (nurdjannah, 1991).


Tabel 5. Pengaruh pemberian minyak cengkeh terhadap intraksi beberapa konsentrasi dan beberapa predator.
Perlakuan
Lama hidup (hari)
Notasi
C1P1
45
F
C1P2
38
Cde
C1P3
44
Ef
C2P1
36
Bcd
C2P2
27
A
C2P3
31
Ab
C3P1
33
Abc
C3P2
27
A
C3P3
27
A
C4P1
38
Cde
C4P2
35
Bcd
C4P3
38
Cde
C5P1
38
Cde
C5P2
27
A
C5P3
43
Ef
C6P1
40
Def
C6P2
31
Ab
C6P3
31
Ab
C7P1
32
Abc
C7P2
27
A
C7P3
27
A
Keterangan : Angka yang diikuti notasi huruf yang sama pada kolom yang sama, menunjukan perbedaan yang tidak nyata pada DMRT 5%. P1: Sycanus spp., P2: Verania spp., P3: Menochilus sexmaculatus, C1 : kontrol air, C2 : kontrol pelarut (isopropil alkohol, tween 20, minyak tanah), C3 : kontrol insektisida Carbofuran 3 g, C4 : minyak cengkeh konsentasi 0,04%, C5 : minyakcengkeh konsentrasi 0,2%, C6 : minyak cengkeh konsentrasi 1%, C7 : minyak cengkeh konsentrasi 5%,

Penggunaan minyak bunga cengkeh pada konsentrasi 1% efektif mengendalikan serangga dewasa Stegobiumpaniceum (Witratno, 1994). Disamping itu Grainge dan Ahmed (1987) menyebutkan bahwa produk minyak cengkeh merupakan salah satu pestisida nabati yang digunakan untuk mengendalikan berbagai jenis serangga termasuk kutu putih. Faktor lain yaitu predator Sycanus spp. yang digunakan pada perlakuan berumur 27 hari atau masih pada instar II sehingga sangat tanggap terhadap lingkungan serta kulit yang masih tipis dan lemah.

C.    Uji Minyak Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.)terhadap Serangga Predator



Data hasil analisis statistik mnunjukan bahwa, pemberian minyak Temulawak memberikan pengaruh sangat nyata terhadap serangga predator. Mortalitas perlakuan lebih tinggi dibandingkan dengan mortalitas kontrol, mortalitas terkecil pada perlakuan T1P1 yaitu 0% sedangkan mortalitas tertinggi pada T6P2, T7P1, T2P2, T2P3, T3P2, dan T3P3 yang masing-masing mortalitannya mencapai 100%. Mortalitas predator tertinggi pada Verania spp. yaitu 79,642% dan terendah M. sexmaculatus yaitu 56, 428%. Dari data tersebut dapat diketahui bahwa minyak temulawak berpengaruh terhadap mortalitas predator. Hal ini diduga adanya kandungan minyak yang dapat berpengaruh toksik terhadap serangga.
Pandji at al. (1993) meneliti efek insektisida empat jenis rimpang dari spesies Zingiberaceae yaitu: C. xanthorrhiza, C. zedoaria, Kaempferia galanga dan K. pandurata. Tujuh belas komponen terbesar termasuk flavonoid, sesquiterpenoid, dan derivat asam sinamat berhasil diisolasi dan didentifikasi menggunakannMR dan Mass spektra. Semua komponen diuji toksisitannya terhadap larva Spodopteralittoralis. Secara contact residue bioassay, nampak bahwa xantorizol dan furanodienon merupakan senyawa sesquiterpenoid yang paling aktif menunjukkan toksisitas melawan larva yang baru lahir, tetapi efek toksisitas tersebut tidak nyata jika diberikan bersama makanan.
Tabel 6. Pengaruh pemberian minyak Temulawak terhadap mortalitas interaksi beberapa konsentrasi minyak dengan beberapa predator.
Perlakuan
Mortalitas (%)
Notasi
T1P1
00
E
T1P2
20
De
T1P3
20
De
T2P1
50
Bcd
T2P2
100
A
T2P3
100
A
T3P1
90
Ab
T3P2
100
A
T3P3
100
A
T4P1
80
Ab
T4P2
87,5
Ab
T4P3
50
Bcd
T5P1
70
Abc
T5P2
62,5
Abc
T5P3
37,5
Cde
T6P1
90
Ab
T6P2
100
A
T6P3
37,5
Cde
T7P1
100
A
T7P2
87,5
Ab
T7P3
50
Bcd
Keterangan : Angka yang diikuti notasi huruf yang sama pada kolom yang sama, menunjukan perbedaan yang tidak nyata pada DMRT 5%. P1: Sycanus spp., P2: Verania spp., P3: Menochilus sexmaculatus, T1 : kontrol air, T2 : kontrol pelarut (isopropil alkohol, tween 20, minyak tanah), T3 : kontrol insektisida Carbofuran 3g, T4 : minyak temulawak konsentasi 0,04%, T5 : minyaktemulawak konsentrasi 0,2%, T6 : minyak temulawak konsentrasi 1%, T7 : minyak temulawak konsentrasi 5%.



Hasil analisis statistik pemberian minyak Temulawak  menunjukan lama hidup M. sexmaculatus terlama yaitu 36,428 dan lama hidup terpendek yaitu Verania spp. dengan lama hidup 31,142 hari. Lama hidup M sexmaculatus dansycanus spp. tidak sesuai dengan hasil penelitian Tobing dan Darma(2007) yang menyatakan bahwa, M. sexmaculatamemiliki daur hidup 43-60 hari dan penelitian Syari at al(2010) yang menyatakan bahwa, siklus hidup dari S. dikotomus fab. yaitu 156 hari. Hal tersebut diduga, pemberian minyak temulawak berpengaruh pada lama hidup M. Sexmaculatus danSycanusspp.
Tabel 7. Pengaruh pemberian minyak temulawak terhadap lama hidup predator.
Perlakuan
Lama hidup (hari)
Notasi
P1
36
B
P2
31,14
A
P3
36,43
B
Keterangan : Angka yang diikuti notasi huruf yang sama pada kolom yang sama, menunjukan perbedaan yang tidak nyata pada DMRT 5%. P1: Sycanus spp., P2: Verania spp., P3: Menochilus sexmaculatus.

Pandji at al. (1993) meneliti efek insektisida empat jenis rimpang dari spesies Zingiberaceae yaitu: C. xanthorrhiza, C. zedoaria, K. galanga dan K. pandurata. Tujuh belas komponen terbesar termasuk flavonoid, sesquiterpenoid, dan derivat asam sinamat berhasil diisolasi dan didentifikasi menggunakanNMR danMass spektra. Semua komponen diuji toksisitannya terhadap larva Spodopteralittoralis. Secara contact residue bioassay, nampak bahwa xantorizol danfuranodienon merupakan senyawa sesquiterpenoid yang paling aktif menunjukkan toksisitas melawan larva yang baru lahir, tetapi efek toksisitas tersebut tidak nyata jika diberikan bersama makanan. Selanjutnya dilaporkan bahwa ekstrak C.xanthorrhiza mempunyai efek larvasida terhadap larva nyamuk Aedesaegypti instar III (Wibowo dkk. 1995). Faktor lain yaitu penggunaanSycanus spp. pada instar II-III dengan adanya pergantian kulit menyebabkan serangga lebih lemah dan tanggap terhadap lingkungan.

D.    Uji Minyak Nilam (Pogostemon cablin Bent.)terhadap Serangga Predator



Hasil analisis statistik pemberian minyak nilam menunjukan adanya perbedaan yang sangat nyata dengan perlakuan kontrol air diikuti dengan peningkatan mortalitas yang berbanding lurus dengan peningkatan konsentrasi. Mortalitas tertinggi pada perlakuanN2P2, N2P3, N3P2, N3P3, danN3P1 masing-masing 100%. Mortalitas predator pada beberapa konsentrasi menunjukan; mortalitas Sycanus spp. antara 60-100%, verania spp. antara 75-87,5%, danM. sexmaculatus antara 25-62,5%. Hal ini menunjukan pemberian minyak nilam berpengaruh terhadap mortalitas serangga predator. Toksisitas minyak nilam diduga karena minyak nilamtersusun dari komponen  benzaldehid, karyofilen, -patchoulena, bulnesen dan patchouli alcohol (Mangun 2005).
Menurut Grainge dan Ahmed (1987 dalam Manoi, 2009), bagian akar, batang dan daun tanamannilam dapat membunuh ulatCrocidolomia pavonana F.danSpodopteralitura F., sedangkan daun dan pucuk nilam dapatmematikan semut (Dolichoderus bituberculatus) dan kecoa (Hemidactylusamericana) didalam rumah. Selain itu, minyak nilam bersifat menolak beberapa jenis serangga seperti ngengat kain (Thysanuralepismetidae), Sitophilus zeamais (kumbang jagung), danCarpophilussp. (kumbang buah kering),Aphid (kutu tanaman), dannyamuk.
Tabel 8. Pengaruh pemberian minyak nilam trhadap mortalitas interaksi beberapa konsentrasi minyak dengan beberapa predator.
Perlakuan
Mortalitas (%)
notasi
N1P1
00
e
N1P2
20
de
N1P3
20
de
N2P1
50
bcd
N2P2
100
a
N2P3
100
a
N3P1
90
ab
N3P2
100
a
N3P3
100
a
N4P1
60
abcd
N4P2
87,5
ab
N4P3
25
de
N5P1
60
abcd
N5P2
87,5
ab
N5P3
37,5
cde
N6P1
100
a
N6P2
75
abc
N6P3
37,5
cde
N7P1
90
ab
N7P2
87,5
ab
N7P3
62,5
abcd
Keterangan : Angka yang diikuti notasi huruf yang sama pada kolom yang sama, menunjukan perbedaan yang tidak nyata pada DMRT 5%. P1: Sycanus spp., P2: Verania spp., P3: Menochilus sexmaculatus,N1 : kontrol air, N2 : kontrol pelarut (isopropil alkohol, tween 20, minyak tanah), N3 : kontrol insektisida Carbofuran 3 g,N4 : minyak nilam konsentasi 0,04%, N5 : minyaknilamkonsentrasi 0,2%, N6 : minyak nilamkonsentrasi 1%, N7 : minyak nilamkonsentrasi 5%.
Hasil pengamatan lama hidup menunjukanverania spp. memiliki lama hidup terpendek yaitu 31, 354 hari sedangkanSycanus spp. danM sexmaculatus memiliki lama hidup 36, 285 hari. Lama hidup kontrol air yaitu 42,167 hari sedangkan lama hidup pembanding dengan pemberianCarbofuran 3g  yaitu 29 hari. Lama hidup Verania spp. pada penelitian ini sesuai dengan penelitian Mahrub(1987) yang menyatakan bahwa, siklus hidup Verania lineata dan Curinus coeruleus yaitu 25-37 hari. Sedangkan, lama hidup Sycanus spp. danM. sexmaculatus tidak sesuai dengan penelitian penelitian Tobing dan Darma(2007) yang menyatakan bahwa, M. sexmaculatamemiliki daur hidup 43-60 hari dan penelitian Syari at al(2010) yang menyatakan bahwa, siklus hidup dari S. dikotomus fab. yaitu 156 hari.
Tabel 9. Pengaruh pemberian minyak nilam terhadap lama hidup predator.
Perlakuan
Lama hidup (hari)
notasi
P1
36,28
b
P2
31,35
a
P3
36,28
b
Keteranagan : Angka yang diikuti notasi huruf yang sama pada kolom yang sama, menunjukan perbedaan yang tidak nyata pada DMRT 5%. P1: Sycanus spp., P2: Verania spp., P3: Menochilus sexmaculatus.

Hal tersebut diduga karena minyak nilam bersifat toksik pada serangga predator. Toksisitas minyak nilam diduga karena minyak nilamtersusun dari komponen  benzaldehid, karyofilen, -patchoulena, bulnesen dan patchouli alcohol (Mangun 2005). Menurut Grainge dan Ahmed (1987 dalam Manoi, 2009), bagian akar, batang dan daun tanamannilam dapat membunuh ulatCrocidolomia pavonana F.danSpodopteralitura F., sedangkan daun dan pucuk nilam dapatmematikan semut (Dolichoderus bituberculatus) dan kecoa (Hemidactylusamericana) didalam rumah. Faktor lain yang mempengaruhi yaitu penggunaan Sycanus spp. pada instar II-III dengan adanya pergantian kulit menyebabkan serangga lebih lemah dan tanggap terhadap lingkungan.


































V.                SIMPULAN DAN SARAN

  1. SIMPULAN

Berdasarkanpenelitian ini dapat disimpulkan bahwa :
1.             Minyak atsiri serai wangi,cengkeh, temulawak, dannilam bersifat toksikterhadap serangga predator.
2.             Konsentrasi yang relatif aman untuk pengendalianadalah konsentrasi 0,2%.
3.             Menochilus sexmaculatuslebih sesuai dengan aplikasi minyak atsiri serai wangi,cengkeh, temulawak, dannilam.

  1. SARAN

Berdasarkanhasil penelitiandapat diambil saran antara lain :
1.             Perlu dilakukan evaluasi kembali mengenai penggunaan minyak tanah pada formulasinya.
2.             Perlu dilakukan penelitian lebih mendalam tentang aplikasi minyak atsiri cengkeh, nilam, serai wangi dan temulawak di rumah kaca.









DAFTAR PUSTAKA



Armando, R. 2009. Memproduksi 15 Minyak atsiri Berkualitas. Penebar Swadaya.  Jakarta. 115 hal.

Balfas, R. 2008. Potensi Minyak Daun Cengkeh sebagai Pengendali Planococcus Minor(Mark) (Pseudococcidae; Homoptera) pada Tanaman Lada. Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik. Bul. Littro. Vol XIX no 1, 78-85.

Departemen Kehutanan. 2001. Minyak Kayu Putih. http://www.dephut.go.id/ informasi/SNI/Kayuputih.htm (on line). diakses tanggal 04 Januari 2011.

Fitzania. 2009. Khasiat Temulawak, Tinjauan Literatur Tahun 1980 – 1997. (on-line) http://fitzania.com/2009/07/khasiat temulawak/ diakses tanggan 03 Agustus 2010.

Grange, M. and S. Ahmed. 1987. Handbook of plants with pest control properties. John wiley and sons. new York. 469 p. .   http://minyakatsiriindonsia. wordpress.com/teknologi-pengolahan-atsiri/feri-manoi. (on line) Diakses tanggal 14 Mei 2010.

Guenther, E. 1990. Minyak Atsiri jilid IV B. penerjemah S. Ketaren. Universitas Indonesia 851 hal.

Hartono, S. 2008. Kebijakan Pengembangan Industri Minyak Atsiri. Direktorat Industri Kimia dan Bahan Bangunan, Ditjen IKM, Departemen Perindustrian, Jakarta. KAN, 2002. SNI 01-6729-2002, Sistem Pangan Organik. Komite Akreditasi Nasional, Jakarta.

Ho, S.H. L.P.L. Cheng. K.Y. Sim and H.T.W. Tan. 1994. Potential of Clove (Syzygium aromaticum (L) Merr.) and Perry as Agrain Protectent Against Tribolium Castanum (Herbst) and Sitophilus Zeamais Motsch. Postharvest biologi and technology 4 : 179-183.

Istianto, M. 2007. Pemanfaatan Minyak/Senyawa Atsiri dalam Pengendalian Populasi Hama Tanaman. (on-line) http://horticlinic.blogspot.com. Diakses tanggal 8 Agustus 2010.

Kalshoven L.G.E. 1981. Pest of Crops in Indonesia. PT Ichtiar Baru- Van Hoeve 701 p.
Kardinan, A. 2002. Atraktannabati untuk Mengendalikan Lalat Buah pada Pertanian Organik. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian, vol 24. no 2.

Kartasapoetra, G. 1992. Budidaya Tanaman Berkasiat Obat. P.T. Rineka Cipta. Jakarta. 135 hal.

Komisi pestisida. 2000. Syarat Peredaran dan Perdagangan Pestisida Nabati. Prosiding Forum Komunikasi Ilmiah Pemanfaatan Pestisida nabati, Bogor 9 – 10 nopember 1999.

Kothari, SK. Battacharya, AK. Ramesh, S. 2004. Essential Oil Yield and Quality of Methyleugenol Rich. Ocinium tenuiflorum, L. (Syn. O. Sanctum L) Grown in South India as Influced by Methode of Harvest. Journal of Chromatographya, Elsevier.

Lubis, Y. 2005. Peranan Keanekaragaman Hayati Artropoda sebagai Musuh Alami pada Lahan Padi Sawah. Jurnal penelitian bidang ilmu pertanian, Medan volume 3, nomor 3, Desember 2005: 16-24.

Mangun, H. M. S. 2005. Nilam. Penebar Swadaya. Jakarta. 84 hal.


Manoi, F. 2009. Perkembangan Teknologi Pengolahan dan Penggunaan Minyak nilam     Serta      Pemanfaatan      Limbahnya.   http://minyakatsiriindonsia.
 wordpress.com/teknologi-pengolahan-atsiri/feri-manoi. (on line) Diakses tanggal 14 Mei 2010.

Muharam, A dan Setiawati, W. 2007. Teknik Perbanyakan Masal Predator Menochilus sexmaculatus Pengendali Serangga Bemisia tabaci Vektor Virus Kuning pada Tanaman Cabai, puslitbanghorti, Jakartahttp://www.puslitbang.deptan .or.id/?/menochilus-bemesia tabaci/ (on line) di akses tanggal 23 Februari 2010.

Najiati, S dan Danarti. 2003. Budi Daya dan Pascapanen Cengkeh (edisi revisi). Penebar Swadaya. Jakarta. 112 hal.

Nasrun dan Nuryani. 2007. Penyakit Layu Bakteri pada Nilam dan Stretegi Pengendaliannya.Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik, Bogor(On-line). http://www.pustaka-deptan.go.id/publikasi/p3261072.pdf diakses tanggal 17 Januari 2010.
Norman, K; Basri, M W and Zulkefli, M .1998. Handbook of Common Parasitoid and PredatorAssociated with Bagworm and nettle Caterpillars in oilPalm Plantations. PORIM, Bangi. 29 pp.

Nurdin, A., A. Mulyana, dan H. Suratno. 2001. Isolasi eugenol dari minyak daun cengkeh skala pilot plant (On-line)http://www.iptek.net.id/ind/?mnu=8-&ch=jtsi&id=275 diakses tanggal 2 Januari 2010.

Nurdjanah, N. Soehadi and Mirna. 1991. Distillation Method Influences The Yield and Quality of Clove Leaf Oil. Industriall Crops Research Journal. 3(2) : 18-26.

Plantus. 2008a. Syzgium arometic (Linn.) Merr. & Perr. Cengkeh (On-line).http://anekaplanta.wordpress.com/ diakses 3 September 2009.

Plantus. 2008b. Cymbopogon winterianus Jowit ex Bor. -Serai wangi. http://anekaplanta.wordpress.com/2008/07/30/cymbopogon-winterianus-jowit-ex-bor-serai-wangi/(on line) diakses tanggal 3 September 2009.

Purnomowati, Sri. 2008. Temulawak, Obat Alternatif Berkualitas Tinggi.http: //sman1payakumbuh.net/index2.php?option=com_content&do_pdf=1&id=42. (on line) diakses tanggal 3 September 2008.

 

Rizal, Molide. Pemanfaatan Tanaman Atsiri Sebagai Pestisida nabati. http://minyakatsiriindonesia .wordpress.com/pemanfaatan-tanaman-atsiri/ molide-rizal/. (on line) diakses tanggal 3 September 2009.


Rukmana, R. 1995. Temulawak Tanaman Rempah dan Obat. Kanisius, Yogyakarta.

Samsudin. 2008.Pengendalian Hama Dengan Insektisida Botani. http://www.pertaniansehat.or.id/?pilih=news&mod=yes&aksi=lihat&id= 20(on line) diakses tanggal 3 September 2009.

                 . 2009. Produksi Pestisida Botani dengan Bahan Utama Tanaman Cengkeh.http://www.pertaniansehat.or.id/?pilih=news&mod=yes&aksi= lihat&id=107. (on line) diakses tanggal 3 September 2009.

Santoso, H. B. 2003. Sereh Wangi Bertanam dan Penyulingan. Kanisius. Yogyakarta. 70 hal.

Sastrohamidjojo, H. 2004. Kimia Minyak Atsiri. Gajah Mada University press. Yogyakarta.
Setyono, A. B. 2009. Kajian Pestisida Terhadap Lingkungan dan Kesehatan Serta Alternatif Solusinya.http://www.naturalnusantara.co.id/indek_7_1_1.php? id=54 (on line) diakses tanggal 3 September 2009.

Soesanto, L. 2008. Pengantar Pengendalian Hayati Penyakit Tanaman. Rajawali Press. Jakarta.

Suwarsono, H. dan Mardjan Sukirno. 2004. Ujicoba Beberapa Insektisida Golongan Pyrethroid Sintetik Terhadap Demam Berdarah Dengue Aedes aegypti di Wilayah Jakarta Utara. Jurnal Ekologi Kesehatan. Vol 3 no. 1 April 2004 : 43 – 47.

Syari, J., R. Muhamad, K. Norman & A.B. Idris. 2011.  PemeliharaanSycanus dichotomus stal. (Hemiptera: Reduviidae) Serangga Pemangsa Ulat Bungkus Tanaman Sawit, Metisa plana (Lepidoptera: Psychidae) walker di Makmal. Sains Malaysiana 40(10)(2011): 1129–1137.

Tobing, M. C dan Darma B. n. 2007. Biologi Predator Cheilomenes sexmaculata (fabr.) (Coleoptera: Coccinellidae) Pada Kutu DaunMacrosiphoniela sanborni gilette (Homoptera: Aphididae).Departemen Hama Dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian. Universitas Sumatera Utara, Medan.

WagimanFF. 1997. Ritme Aktivitas HarianMenochilus sexmaculata Memangsa Aphis craccivora. Prosiding Kongres Perhimpunan Entomologi Indonesia V dan Symposium Entomologi Bandung. pp. 278-280.

Wardani, S. 2009. Uji Aktivitas Minyak Atsiri Daun dan Batang Serai (Andropogonnardus L) Sebagai Obat nyamuk Elektrik Terhadap nyamuk Aedes Aegypti.Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Surakarta. Surakarta.

Wiratno. 1994. Penelitian Pendahuluan Pengaruh beberapa Konsentrasi Eugenol terhadap Mortalitas Stegobium paniceum. Prosiding Seminar Hasil Penelitian Dalam Rangka Pmanfaatan Pestisida Nabati. Balai Tanaman Rempah dan Obat, 1-2 Desember 1993 hal 56-59.

Wiratno. IM. CM. Rietjens, D. Taniwiryono and AJ. Mark. 2007. Pesticidal Activity of 17 Plants Extract Against The Red Flour.Journal of Store Product(in pres).

Zainurie. 2009. Pemanfaatan Limbah nilam. http://zainurie.wordpress. com/2009/02/26/pemanfaatan-limbah-nilam/. (on line) diakses tanggal 3 September 2009.